Sabtu, 12 Februari 2011

TEORI-TEORI POKOK PERDAGANGAN INTERNASIONAL

1. Teori Keunggulan Komparatif
Para Ekonom klasik, khususnya Adam Smith, David Richardo, dan John Stuart Mill, memberikan kontribusi besar bagi justifikasi ekonomi teoritikal terhadap perdagangan internasional.
Setiap Negara mempunyai kekhasan dalam corak dan ragam, serta kualitas dan kuantitas sumber dayanya, baik kekayaan alam, sumber daya manusia, penguasaan teknologi dan sebagainya. Perbedaan sumber daya antar Negara mendorong mereka untuk melakaukan spesialisasi. Kegiatan produksi barang dan kreasi jasa diarahkan untuk mengeksploitasi kelebihan ayang dimiliki, sehigga dapat dihasilkan barang dan jasa yang lebih efisien dan bermutu. Barang dan jasa ini akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sebagian akan diekspor ke Negara lain. Sebagai gantinya, akan diimpor barang dana jasa dari Negara lain yang memiliki keunggulan dalam memproduksi dan menciota barang dan jasa tersebut.
Uraian singkat diatas merupakan benang merah dari konsep yang diajukan mashab klasik, yang dikenal dengan teori keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif pada dasarnya merupakan perluasan dari teori keunggulan “absolut” yang dikemukakan oleh Adam Smith, diman keunggulan absolute merupakan kasus khusus dari dari keunggulan kkomparatif. Menurut teori keunggulan absolute, setiap Negara mampu memproduksi barang tertentu secara lebih efisien daripada Negara lain (dengan kata lain memiliki keunggulan absolute untuk barang tersebut) melalui spesialisasi dan pengelompokan kerja secara internasional (international division of labor).
Perdagangan diantara dua Negara, dimana masing-masing memilikii keunggulan absolute dalam produksi barang yang berbeda, akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Keunggulan absolute bias diperoleh karena adanya perbedaan dalam factor-faktor seperti ikllim, kualitas tanah, anugerah sumber daya alam, tenaga kerja, modal, teknologi atau kewirausahaan (entrepreneurship).
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya disadari bahwa perdagangan yang saling menguntungkan tidak selalu menuntut setiap Negara harus memiliki keunggulan absolute disbanding mitra dagangnya. Misalnya Negara A memiliki keunggulan absolute pada produksi kalkulator dan TV disbanding Negara B. Bila semata-mata diasarkan pada teori keunggulan absolute, maka tidak akan ada perdagangan antar Negara A dan Negara B. karena jelas saja negar A tidak bersedia membeli barang apapun dari negar B yang harganya jauh lebih mahal.
Penjelasan alternatif atas kasus ini adalah teori keunggulan komparatif yang dikembangkan oleh David Richardo. Menurut teori ini, sekalipun sebuah negar memiliki keunggulan absolute dalam produksi sebuah barang, tetapi selama nnegara yang lebih lemah memiliki keunggulan komparatif pada produksi salah satu barang tersebut , maka perdagangan tetap bisa dilakukan.

Cotoh kasus teori keunggulan komparatif:
Jeang dan Amerika Serikat memiliki keunggulan komparatif dalam penguasaan teknologi canggih disbanding Indonesia dan Vietnam. Sebaliknya Indonesia dan Vietnam memiliki keunggulan komparatif dalam upah kerja yang relative jauh lebih murah dibandingkan upah pekerja di Jepang dan Amerika serikat. Perusahaan-perusahaan Jepang dan Amerika serikat , oleh karena itu akan lebih cocok jika bermain di industry pada modal (misalnya industry otomotif, industry barang- barang elektronik, dan sebgainya). Sementara itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dan Vietnam akan lebih tepat jika berusaha di industry padat karya (misalnya industry sepatu, tekstil, garmen, dan sebagainya).

2. Teori Keunggulan Kompetitif
Konsep ini dikembangkan oleh Michael E. Porter (1990) dalam bukunya berjudul “The Competitive Advantage of Nations”. Menurutnya terdapat empat atribut utama yang bisa membentuk lingkungan dimana perusahaan-perusahaan local berkompetisi sedemikian rupa, sehingga mendorong terciptanya keunggulan kompetitif. Keempat atribut tersebut meliputi:


















Gambar 1. Atribut penetu keunggulan kompettif Negara

Keterangan:

a. Kondisi faktof produksi (factor conditions), yaitu posisi suatu Negara dalam factor produksi (misalnya tenaga kerja terampil, infrastruktur, dan teknologi) yang dibutuhkan untuk bersaing dalam industry tertentu.
b. Kondisi permintaan (demand conditions), yakni sifat permintaan domestic atas produk atau jasa industry tertentu.
c. Industry terkait dan industry pendukung (related and supporting industries), yaitu keberadaan atau ketiadaan industry pemasok dan “industry terkait” yang komoetitif secara internasional di Negara tersebut.
d. Strategi, struktur dan persaingan perusahaan, yakni kondisi dalam negeri yang menentukan bagaiman perusahaan-perusahaan dibentuk, diorganisasikan, dan dikelola serta sifat persaingan domestic.
Factor-faktor ini, baik secara individu maupun sebagai satu system, menciptakan konteks dimana perusahaan-perusahaan dalam sebuah Negara dibentuk dan bersaing. Ketersediaan sumber daya dan ketrampilan yang diperlukan untuk mewujudkan keunggulan kompetitif dalam suatu Industry; informasi yang membentuk peluang apa saja yang dirasakan dan arahan kemana sumber dan daya dan ketrampilan dialokasikan; tujuan pemilik, manajer, dan karyawan yang terlibat dalam atau yang melakukan kompetisi; dan yang jauh lebih penting, tekanan terhadap perusahaan untuk berinvestasidan berinovasi.
Catatan:
“industry terkait” adalah industry dimana perusahaan dapat berbagi aktivitas dalam rantai nilai (misalnya saluran distribusi, pengembangan teknologi) dan mentranSfer ketrampilan tertentu dari suatu industry ke indudstri yang lain.
Contoh ketiga industry terkait adalah: mobil (cars), truk ringan (light trucks), dan forklift trucks (digunakan untuk menangani material didalam dan di luar pabrik dan gudang).


3. Teori Siklus Hidup Produk
Teori PLC dikembangkan pertama kalioleh Raymon Vernon(1966) dalam artikelnya di Quarterly Journal of Economics dengan judul “instrument” international investmen and trade in the product cycle,yang di lanjutkan pembahasannya oleh penulis yang sama dalam”Sovereign at Bay” (1971)”,the product Cycle Hypotesis in a new International Environment”(1979),serta dalam “Sovereignty at Bay Ten Years After”(1981)
Setiap perusahaan global umumnya mulai dirintis dari Negara asalnya.pendirian suatu perusahaan biasanya di picu oleh keyakinan bahwa ada kebutuhan atau keinginan konsumen yang belum terpenuhi sehingga membuka peluang bagi yang mampu melihatnya.Apabila produk yang di tawarkan diterima konsumen domestic,maka perusahaan akan terus berkembang.Pertumbuhan dan besar pasar domestic yang terbatas memberi inspirasi bagi pengusaha untuk mengekspor produknya.Upaya pengenalan produk ke pasar luar negeri pun mulai digalakkan,baik melalui
4. Teori Ketidaksempurnaan Pasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar